Tarian
daerah atau bisa juga disebut sebagai tarian adat jenisnya bermacam-macam,
tergantung dari maksud dan tujuan ditampilkannya tarian daerah tersebut. Satu
daerah bahkan mempunyai bermacam-macam tarian adat, misalnya tarian untuk
menyambut tamu agung, tarian untuk menyambut panen, tarian upacara kematian, tarian
upacara keagamaan, tarian yang bertujuan menjaga keamanan dan tarian dengan
mengusung tema perang-perangan.
Berikut dibawah ini macam-macam dan
penjelasan tarian yang ada di Indonesia :
Ø Tari Jaipong (Jawa
Barat).............................................................1.
Ø Tari Gambyong (jawa
Tengah).................................................... .2.
Ø Tari Remo (Jawa Timur)...............................................................3.
Ø Tari Seudati
(Aceh).......................................................................4.
Ø Tari Legong
(Bali).........................................................................5.
Ø Tari Andun
(Bengkulu).................................................................6.
Ø Tari Sekapur Sirih
(Jambi).......................................................... .7.
Ø Tari Serampang Duabelas (Sumatra
Utara)..................................8.
Ø Tari Piring (Sumatra
Barat)...........................................................9.
Ø Tari Tanggai (Sumatra
Selatan)...................................................10.
Ø Tari Mandau (kalimantan
Tengah)...............................................11.
Ø Tari Lenso
(Maluku)....................................................................12.
Ø Tari Topeng
Cirebon........................................................ ...........13.
Ø Tari Reog Ponorogo.....................................................................14.
Ø Tari Merak (Jawa
Tengah)...........................................................15.
1.Tari Jaipong (Jawa Barat)
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang
lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira.
Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu
menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari
tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di
atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini
dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari
Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang
memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan
populer sampai di luar Jawa Barat.
Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan
mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak
yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam
pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari
perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan
mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada
akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah
masyarakat.
Sejarah tari JaipongSebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Tari
Gambyong merupakan suatu tarian yang disajikan untuk menyambut tamu atau
mengawali suatu resepsi perkawinan. Ciri khas, selalu dibuka dengan gendhing
Pangkur. Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu
menyelaraskan gerak dengan irama kendang dan gending.
Instrumen : gender, kendang, kenong, kempul,
dan gong
Perkembangan : Awal mula istilah Gambying tampaknya berawal dari
nama seorang penari taledhek.
Penari yang
bernama Gambyong ini hidup pada zaman Sunan Paku Buwana IV di Surakarta.
Penari ini
juga dsiebutkan dalam buku "Cariyos Lelampahanipun" karya Suwargi
R.Ng. Ronggowarsito (1803-1873) yang mengungkapkan adanya penari ledhek yang
bernama Gambyong yang memiliki kemnahiran dalam menari dan kemerduan
dalam suara sehingga menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu.
Gerak tari
Koreografi
tari Gambyong sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kaki, tubuh, lengan
dan kepala.
Gerak kepala dan tangan yang halus dan terkendali merupakan spesifikasi
dalam tari
Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak mengikuti arah gerak tangan dengan
memandang jari-jari tangan ,menjadikan faktor dominan gerak-gerak tangan
dalam ekspresi tari Gambyong. Gerak kaki pada saat sikap beridiri dan berjalan
mempunyai korelasi yang harmonis.
Sebagai
contoh , pada gerak srisig (berdiri dengan jinjit dan langkah-langkah kecil),
nacah miring
(kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul kaki kanan
diletakkan
di depan kaki kiri, kengser (gerak kaki ke samping dengan cara bergeser/posisi
telapak
kaki tetap
merapat ke lanati). Gerak kaki yang spsifik pada tari Gambyong adalah gerak
embat
atau entrag,
yaitu posisi lutut yang membuka karena mendhak bergerak ke bawah dan ke atas.
Penggarapan
pola lantai pada tari Gambyong dilakukan pada peralihan rangklaian gerak,
yaitu pada
saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian gerak berikutnya.
Sedangkan
perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung, yaitu
srisig, singket ukel karana, kengser, dan nacah miring. Selain itu dilakukan
pada rangkaian gerak berjalan
(sekaran
mlaku) ataupun gerak di tempat (sekaran mandheg).
3.Tari Remo (Jawa
Timur)
Jawa Timur terkenal dengan adatnya yang keras dan
pemberani. Surabaya, sebagai ibukota Jawa Timur, sudah membuktikan hal ini
sejak masa perjuangan dahulu sehingga mendapat predikat Kota Pahlawan. Budaya
keras Jawa Timur ternyata juga bisa ditampilkan dengan gerakan indah pada Tari
Remo yang menggambarkan keberanian seorang pangeran
Sejarah Asal-usul Tari Remo
Tari Remo adalah gambaran kharakter
dinamis masyarakat Jawa Timur dan merupakan tarian penyambut tamu lewat gerak
selamat datang khas Jawa Timur. Tarian ini pada awalnya merupakan tarian
pengantar pertunjukan ludruk atau wayang kulit jawa timuran. Namun, saat ini
sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan
dalam upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah.
Tarian Remo menceritakan perjuangan seorang
pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi
lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang
lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.
Disebutkan bahwa tarian remo ini di promosikan sekitar tahun 1900, yang
kemudian dimanfaatkan oleh nasionalis indonesia untuk berkomunikasi kepada masyarakat
Tata Gerak Tari Remo
Karakteristika yang paling utama dari Tari
Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan
adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi
saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristika
yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan
kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin
atraktif.
4.Tari Seudati (Aceh)
Tari Seudati pada mulanya
tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin
oleh Syeh Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten
Pidie yang dipimpin oleh Syeh Ali Didoh. Tari Seudati berasal dari kabupaten
Pidie. Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan
kini menjadi kesenian pembinaan hingga ke tingkat Sekolah Dasar.
Seudati ditarikan oleh delapan
orang laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang
disebut syeikh , satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri
yang disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut apeet
bak , dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang
penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.
Jenis tarian ini tidak
menggunakan alat musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti
tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari.
Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa
gerakan tersebut cukup dinamis dan lincah dengan penuh semangat. Namun, ada
beberapa gerakan yang tampak kaku, tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan
dan kegagahan si penarinya. Selain itu, tepukan tangan ke dada dan perut
mengesankan kesombongan sekaligus kesatria.
Busana tarian seudati terdiri
dari celana panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya
berwarna putih; kain songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong
yang disisipkan di pinggang; tangkulok (ikat kepala) yang berwarna merah yang
diikatkan di kepala; dan sapu tangan yang berwarna. Busana seragam ini hanya
untuk pemain utamanya, sementara aneuk syahi tidak harus berbusana seragam.
Bagian-bagian terpenting dalam tarian seudati terdiri dari likok (gaya;
tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang menceritakan
tentang kisah kepahlawanan, sejarah dan tema-tema agama.
5.Tari Legong (Bali)
Tari
Legong dalam khasanah budaya Bali termasuk ke dalam jenis tari klasik karena
awal mula perkembangannya bermula dari istana kerajaan di Bali. Tarian ini
dahulu hanya dapat dinikmati oleh keluarga bangsawan di lingkungan tempat
tinggal mereka yaitu di dalam istana sebagai sebuah tari hiburan. Para penari
yang telah didaulat menarikan tarian ini di hadapan seorang raja tentu akan
merasakan suatu kesenangan yang luar biasa, karena tidak sembarang orang boleh
masuk ke dalam istana.
Mengenai tentang awal mula diciptakannya tari
Legong di Bali adalah melalui proses yang sangat panjang. Menurut Babad Dalem
Sukawati, tari Legong tercipta berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja
Sukawati yang bertahta tahun 1775-1825 M. Ketika beliau melakukan tapa di Pura
Jogan Agung desa Ketewel ( wilayah Sukawati ), beliau bermimpi melihat bidadari
sedang menari di surga. Mereka menari dengan menggunakan hiasan kepala yang
terbuat dari emas.
Ketika beliau sadar dari semedinya, segeralah
beliau menitahkan Bendesa Ketewel untuk membuat beberapa topeng yang wajahnya
tampak dalam mimpi beliau ketika melakukan semedi di Pura Jogan Agung dan
memerintahkan pula agar membuatkan tarian yang mirip dengan mimpinya. Akhirnya
Bendesa Ketewel pun mampu menyelesaikan sembilan buah topeng sakral sesuai
permintaan I Dewa Agung Made Karna. Pertunjukan tari Sang Hyang Legong pun
dapat dipentaskan di Pura Jogan Agung oleh dua orang penari perempuan.
Tak lama setelah tari Sang Hyang Legong tercipta,
sebuah grup pertunjukan tari Nandir dari Blahbatuh yang dipimpin I Gusti Ngurah
Jelantik melakukan sebuah pementasan yang disaksikan Raja I Dewa Agung Manggis,
Raja Gianyar kala itu. Beliau sangat tertarik dengan tarian yang memiliki gaya
yang mirip dengan tari Sang Hyang Legong ini, seraya menitahkan dua orang
seniman dari Sukawati untuk menata kembali dengan mempergunakan dua orang
penari wanita sebagai penarinya. Sejak itulah tercipta tari Legong klasik yang
kita saksikan sekarang ini.
6.Tari Andun (Bengkulu)
Biasanya
dilakukan oleh para bujang dan gadis secara berpasangan pada malam hari dengan
diringi musik kolintang. Pada zaman dahulu, tari andun biasanya digunakan
sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai panen padi.
Sebagai
bentuk pelestariannya, saat ini dilakukan sebagai salah satu sarana hiburan
bagi masyarakat khususnya bujang gadis.[serli]
7.Tari Sekapur Sirih
(Jambi)
Tari Sekapur Sirih, Merupakan tarian selamat datang kepada tamu-tamu besar di Provinsi Jambi. Tari ini menggambarkan ungkapan rasa putih hati masyarakat dalam menyambut para tamu.
Sekapur Sirih biasanya ditarikan oleh 9 orang penari perempuan, 3 orang penari laki-laki, 1 orang yang bertugas membawa payung serta 2 orang pengawal.
Properti yang digunakan adalah cerano atau wadah yang berisikan lembaran daun sirih, payung, keris. Tarian ini memakai pakaian baju kurung atau adat Jambi serta diiringi musik langgam melayu dengan alat musik yang terdiri dari biola, gambus, akordion, rebana, gong dan gendang.
8.Tari Serampang Duabelas (Sumatra Utara)
Tari Serampang
Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak
pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang
tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian
ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun
demikian, pada awal perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki
karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan
umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya.
Diperbolehkannya
perempuan memainkan Tari Serampang Duabelas ternyata berpengaruh positif
terhadap perkembangan tarian ini. Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan
dikenal oleh masyarakat di wilayah Kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke
berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan
sampai ke Maluku. Bahkan, tarian ini sering dipentaskan di manca negara,
seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong.
Keberadaan Tari
Serampang Duabelas yang semakin mendunia ternyata memantik kegelisahan sebagian
masyarakat Serdang Bedagai pada khususnya, dan Sumatra Utara pada umumnya.
Kekhawatiran tersebut muncul karena dua hal. Pertama, persebaran Tari Serampang Duabelas ke berbagai daerah
dan negara tidak diimbangi dengan transformasi kualitasnya. Artinya,
transformasi Tari Serampang Duabelas terjadi hanya pada bentuknya saja, bukan
kepada tekniknya. Menurut Jose Rizal Firdaus (Kompas, 1 Juli 2008), salah satu
yang mengkhawatirkan dari perkembangan Tari Serampang Duabelas adalah
pendangkalan dalam hal teknik menari. Hal ini disebabkan oleh orang-orang dari
luar daerah Deli Serdang yang memainkan tarian ini tidak didukung oleh
penguasaan terhadap teknik yang benar. Akibatnya, terjadi pergeseran teknik
tari dari aslinya.
9.Tari Piring (Sumatera Barat)
Tari piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut
dengan Tari Piriang, adalah salah satu jenis Seni Tari yang berasal dari
Sumatra Barat yaitu masyarakat Minangkabau disebut dengan tari piring
karena para penari saat menari membawa piring.
Pada awalnya dulu kala tari piring diciptakan untuk
memberi persembahan kepada para dewa ketika memasuki masa panen, tapi setelah
datangnya agama islam di Minangkabau tari piring tidak lagi untuk persembahan
para dewa tapi ditujukan bagi majlis-majlis keramaian yang dihadiri oleh para
raja atau para pembesar negeri, tari piring juga dipakai dalam acara keramaian
lain misalnya seperti pada acara pesta perkawinan.
Mengenai waktu kemunculan pertama kali tari piring ini belum diketahui pasti, tapi dipercaya bahwa tari piring telah ada di kepulaian melayu sejak lebih dari 800 tahun yang lalu. Tari piring juga dipercaya telah ada di Sumatra barat dan berkembang hingga pada zaman Sri Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada abad ke 16 yang menjatuhkan Sri Wijaya, telah mendorong tari piring berkembang ke negeri-negeri melayu yang lain bersamaan dengan pelarian orang-orang sri wijaya saat itu.
Mengenai waktu kemunculan pertama kali tari piring ini belum diketahui pasti, tapi dipercaya bahwa tari piring telah ada di kepulaian melayu sejak lebih dari 800 tahun yang lalu. Tari piring juga dipercaya telah ada di Sumatra barat dan berkembang hingga pada zaman Sri Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada abad ke 16 yang menjatuhkan Sri Wijaya, telah mendorong tari piring berkembang ke negeri-negeri melayu yang lain bersamaan dengan pelarian orang-orang sri wijaya saat itu.
10.Tari Tanggai
(Sumatra Selatan)
Tari tanggai merupakan tarian persembahan yang ditujukan kepada tamu yang
telah memenuhi undangan. Salah satunya adalah dipersembahkan pada acara
perkawinan adat daerah Sumatera Selatan umumnya. Untuk menghormati tamu
undangan yang ada serta tersirat ucapan selamat datang. Dengan diiringi lagu
Gending Sriwijaya tarian tersebut disajikan membuat acara semakin semarak.
Dengan kelenturan tangan dan lentiknya jemari penari menunjukan betapa tulusnya
tuan rumah memberikan penghormatan.
Dahulu tarian ini pulalah yang selalu disajikan kepada tamu-tamu raja
kerajaan Sriwijaya. Tidak hanya pada acara perkawinan saja, disetiap acarapun
tarian ini sering Umumnya tari ini dibawakan oleh lima orang dengan memakai
pakaian khas daerah sepertikain songket, dodot, pending, kalung, sanggul
malang, kembang urat atau rampai, tajuk cempako, kembang goyang, dan tanggai yang
berbentuk kuku terbuat dari lempengan tembaga.Tari ini merupakan perpaduan
antara gerak yang gemulai dengan busana khas daerah. Tarianini menggambarkan
masyarakat Palembang yang ramah dan menghormati, menghargai serta menyayangi
tamu yang berkunjung ke daerahnya.Kesenian Daerah Seni Tari dapat menunjukan
ciri khas suatu daerah demikian juga Kota Palembang memiliki berbagai tarian
baik trandisional maupun modern yang merupakan hasil kreasi dari senimanlocal.
11.Tari
Mandau (Kalimantan Tengah)
Tari Mandau. Tarian Mandau merupakan satu dari sekian banyak jenis tari yang lahir dari kultur Budaya masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Tengah. Tari Mandau Suku Dayak simbolisasi dari semangat juang masyarakat Suku Dayak dalam membela harkat dan martabatnya.
Selain menggambarkan patriotisme warga Bumi Tambun Bungai untuk menjaga tanah kelahirannya, Tari Mandau Suku Dayak Kalteng juga merupakan simbolisasi keperkasaan pria Suku Dayak Kalimantan Tengah dalam menghadapi segala macam tantangan dalam aspek kehidupan.
Dalam setiap pertunjukan atau persembahan Tari Mandau diringi alunan suara kemerduan Gandang dan Garantung bertalu kencang. Harmonisasi perangkat musik tradisional tersebut memunculkan irama penuh semangat, seolah mengajak mereka yang mendengar dan menyaksikan persembahan Tari Mandau semakin bersemangat layaknya pejuang Suku Dayak yang siap terjun ke medan juang.
Kelompok penari Tari Mandau seringkali dilengkapi dengan menggenggam Mandau pada tangan sebelah kanan, sedangkan di tangan kiri Talawang menangkis serangan musuh sebagai tameng kokoh suku Dayak juga tampil menyempurnakan Tari Mandau Suku Dayak yang ditampilkan.
12.Tari Lenso (Maluku)
Tarian
Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Minahasa (sulut) dan daeah
Maluku,Tarian ini biasanya di bawakan secara ramai-ramai bila ada Pesta. Baik
Pesta Pernikahan, Panen Cengkeh, Tahun Baru dan kegiatan lainnya.
Tarian ini juga sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang...mau coba?
Lenso artinya Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh orang-orang (masyarakat di daerah Sulut, sebagian Sulteng dan daerah lain di Indonesia Timur)
Tarian ini juga sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang...mau coba?
Lenso artinya Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh orang-orang (masyarakat di daerah Sulut, sebagian Sulteng dan daerah lain di Indonesia Timur)
13.Tari Topeng Cirebon
Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan-pesan terselubung, karena unsur-unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa.
14.Tari Reog Ponorogo
Cerita reog
yang terkandung di dalam reog ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya
berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya,
ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Bujangganong. Ketika pilihan
sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat
bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah
kesenian baru. Maka terciptalah reog ponorogo. Gerakan-gerakan dalam tari reog
ponorogo menggambarkan tingkah polah manusia dalam perjalanan hidup mulai
lahir, hidup, hingga mati. Filosofinya sangat dalam.
Komponen
Penari dalam Reog
Ada 5 komponen penari dalam tari
Reog Ponorogo, yaitu: 1. Prabu Kelono Sewandono 2. Patih Bujangganong 3. Jathil
4. Warok 5. Pembarong.
15.Tari Merak (Jawa Tengah)
Tari Merak meerupakan tari paling
populer di Tanah Jawa. Versi yang berbeda bisa didapati juga di daerah Jawa
Barat dan Jawa Timur. Seperti namanya tarian Merak merupakan tarian yang
melambangkan gerakan-gerakan burung Merak. Merupakan tarian solo atau bisa juga
dilakukan oleh beberapa orang penari. Penari umumnya memakai selendang yang
terikat dipinggang, yang jika dibentangkan akan menyerupai sayap burung. Penari
juga memakai mahkota berbentuk kepala burung Merak. Gerakan tangan yang gemulai
dan iringan gamelan, merupakan salah satu karakteristik tarian ini.